Tiga Investasi Baru Masuk Industri Peleburan Kuningan

tumang1.jpg

Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Industri Peleburan Kuningan (Gipelki) menyatakan ada tiga investasi baru pada tahun ini, dua di antaranya akan mulai berproduksi pada awal tahun depan. Asosiasi menilai masuknya investasi baru tersebut sebagai tindak lanjut arahan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengenai pembatasan ekspor pada awal tahun ini.

Ketua Umum Gipelki Eric Wijaya mengatakan dua investasi pada tahun depan merupakan penanaman modal dalam negeri oleh pemain baru di industri masing-masing senilai Rp90 miliar dan Rp40 miliar. Adapun, investasi lainnya merupakan ekspansi kapasitas terpasang oleh pemain lama lebih dari Rp20 miliar. “20.000—30.000 ton per tahun penambahan kapasitas dari tiga pabrik ini, berarti sudah hampir 50% dari kapasitas produksi sebelumnya. Tapi, mereka juga masih cek ombak,” katanya kepada Bisnis pekan lalu.

Eric mengatakan berapa lama investasi itu akan dikucurkan tergantung pada kecepatan para pelaku industri peleburan kuningan melakukan kajian visibilitas. Menurutnya, kajian visibilitas untuk penanaman investasi di bawah Rp100 miliar dapat rampung dalam 1 bulan dan mulai berproduksi dalam 6 bulan. Namun demikian, Eric menyatakan ketiga pemain tersebut masih memeriksa apakah arahan yang ditetapkan oleh Kemenperin akan dijadikan peraturan resmi atau tidak. Pasalnya, arahan tersebut hanya mengandalkan komitmen dari para pemangku kepentingan.

Menurutnya, jika Kemenperin merevisi peraturan menteri terkait hal tersebut menjadi lebih pasti, investasi ke industri peleburan kuningan akan mengalir dan serapan tenaga kerja akan tumbuh. Eric mendata amendemen peraturan menteri tersebut akan menambah kapasitas terpasang industri peleburan kuningan sebanyak 50.000 ton per tahun atau mencapai Rp2,8 triliun. Menurutnya, penambahan investasi tersebut sejalan dengan hasil arahan pembatasan ekspor yang baru akan maksimum terasa pada tahun depan.

Eric sebelumnya memaparkan industri dalam negeri akan memanfaatkan kuningan skrap sebanyak 25.000 ton yang tidak diekspor pada tahun ini untuk diolah menjadi produk setengah jadi berupa kuningan kawat dan kuningan batangan. Eric menghitung industri membutuhkan investasi senilai Rp812,5 miliar untuk pengolahan tersebut. Selain itu, lanjutnya, industri akan menyerap investasi sejumlah Rp2,4 triliun untuk mengolah bahan setengah jadi menjadi komponen dan barang jadi kuningan, perunggu, dan tembaga setelah pengolahan kuningan kawat dan kuningan batangan tersedia. Eric menuturkan masuknya investasi tersebut juga dapat menyerap tenaga kerja baru sebesar 85.900 orang dengan komposisi 19.916 untuk industri kuningan dan 65.984 untuk pengrajin kuningan. Setelah ada pembatasan ekspor kuningan skrap, Eric berujar industri peleburan kuningan dan turunannya akan berkembang. Alhasil, kuningan skrap akan diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dan menghasilkan kuningan limbah industri. Asosiasi, sambungnya, memprediksi komposisi kuningan limbah industri akan menjadi 50% dari total bahan baku kuningan di dalam negeri dalam 5 tahun ke depan. Di sisi lain, Eric mengemukakan dengan berkembangnya industri kuningan dalam negeri akan membuat biaya produksi lebih efisien. Menurutnya, industri yang menggunakan komponen kuningan atau produk jadi kuningan dapat menghemat hingga Rp11,3 triliun.

IKM Peleburan Kuningan Butuh Inovasi Teknik Produksi

Pelaku industri kecil dan menengah (IKM) peleburan kuningan berupaya meningkatkan teknik produksi untuk memacu kualitas dan kapasitas produksi.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Peleburan Kuningan (Gipelki) Eric Wijaya mengatakan teknik produksi merupakan tantangan yang saat ini dihadapi IKM peleburan kuningan.

Menurutnya, saat ini IKM peleburan kuningan baru dapat mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Baru setengah dari jumlah pelaku usaha yang memiliki sistem produksi kuningan terintegrasi dari pengolahan mentah, setengah jadi, hingga barang jadi.

“Misal dari brass rod dan brass wire ke barang jadi membutuhkan inovasi teru menerus. [Kapasitas produksi] IKM lokal sudah lumayan, tetapi masih perlu peningkatan lagi agar bisa kompetisi dengan barang impor atau untuk ekspor,” ujarnya kepada Bisnis belum lama ini.

Eric mengatakan capaian Indonesia Industry 4.0 Readiness Index (INDI 4.0) saat ini sudah sesuai dengan keadaan industri lantaran minimnya inovasi di industri peleburan kuningan.

Menurut INDI 4.0 2019, sektor industri logam memiliki nilai INDI yang paling rendah di antara sektor industri lainnya yakni 1,57. Adapun, INDI 4,0 industri nasional berada di level 2,14 secara rata-rata.

Adapun terkait dengan ketersediaan bahan baku, Eric menuturkan industri peleburan kuningan dan turunannya akan berkembang setelah ada pembatasan ekspor skrap kuningan.

Skrap kuningan akan diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi sehingga menghasilkan kuningan limbah industri. Pihaknya memprediksi komposisi kuningan limbah industri akan menjadi 50% dari total bahan baku kuningan di dalam negeri dalam 5 tahun ke depan.

Sebelumnya, Eric memproyeksikan industri peleburan kuningan akan menyerap investasi hingga Rp2,4 triliun di bidang pengolahan bahan setengah jadi menjadi komponen dan barang jadi kuningan, perunggu, serta tembaga.

Masuknya investasi tersebut diperkirakan bakal menyerap tenaga kerja baru sebanyak 85.900 orang.

sumber: ekonomi.bisnis.com

 

Peleburan Kuningan: Pabrikan Kesulitan Bahan Baku

2.jpg

JAKARTA—Ekspor skrap kuningan membuat industri dalam negeri kesulitan memperoleh bahan baku.

Ketua Asosiasi Industri Peleburan Kuningan Indonesia (Gipelki) Eric Wijaya menyampaikan saat ini kebutuhan skrap kuningan setiap tahun mencapai 25.000 ton. Banyak skrap yang diekspor ke Korea Selatan dan China melalui Hong Kong memangkas ketersediaan bahan baku di dalam negeri. Hasilnya, kapasitas terpasang pabrik tidak terpakai secara maksimal.

"Saat ini pesaing produk kami [olahan kuningan dari skrap] adalah Korea Selatan dan China," kata Eric, Senin (26/3/2018). 

Menurut Eric belum ada anggota asosiasi yang memproduksi pelat kuningan. Saat ini produk olahan kuningan yang banyak diproduksi adalah valve, meteran air, hingga kawat dan turunannya. 

Produk ini kemudian digunakan untuk industri sanitari kran air, kepala tabung gas elpiji, serta komponen industri elektronika dan industri tekstil seperti kuningan untuk resleting. Produk peleburan kemudian diekspor ke Australia, Thailand, Vietnam, Taiwan, Bangladesh, Pakistan dan negara Amerika latin. "Masih dalam negosiasi ekspor ke Amerika dan Italia," katanya.

Kementerian Perindustrian mendorong industri peleburan kuningan meningkatkan kapasitas dan daya saing sehingga mampu melayani pasar ekspor dengan produk bernilai tambah. 

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Harjanto menyampaikan industri kuningan dalam negeri telah mampu menghasilkan beragam produk melalui proses peleburan dan ekstrusi. Bahan baku utama yang dimanfaatkan industri berasal dari bahan daur ulang peralatan rumah tangga maupun bahan proyek yang tidak terpakai (skrap). 

"Masih ada porsi skrap kuningan yang masih dapat diekspor. Dengan keberadaan asosiasi kami harapkan dapat memfasilitasi identifikasi kebutuhan bahan baku skrap kuningan," kata Harjanto melalui keterangan tertulis, Senin (26/3). 

Harjanto menyampaikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14/2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015—2035, pemerintah menargetkan pengembangan industri kuningan menjadi produk kuningan dalam bentuk pelat. Selanjutnya bahan baku dalam bentuk pelat itu dapat dipacu menjadi produk-produk yang bernilai tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar ekspor.

"Pengembangan industri kuningan ini akan turut mendorong kinerja industri logam nasional. Pada 2017, industri logam mencatat pertumbuhan sebesar 5,87% atau di atas pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,07%. Saat ini, pertumbuhan industri logam dasar masih ditopang dari sektor besi baja, aluminum, nikel, tembaga, dan timah," katanya.

sumber: ramadan.bisnis.com

 

Tingkatkan Efisiensi, Industri Kuningan Manfaatkan Bahan Baku Daur Ulang

1.jpg

Kementerian Perindustrian tengah berkosentrasi untuk mengembangkan industri berbasis kuningan di dalam negeri agar semakin berdaya saing. Salah satu upaya strategisnya adalah mendorong produksi sektor ini melalui pemanfaatan daur ulang bahan baku kuningan atau tembaga dari sisa peralatan rumah tangga atau proyek yang sudah tidak terpakai.

“Upaya ini menjadi wujud juga untuk pelestarian lingkungan. Apalagi dengan perkembangan teknologi yang saat ini modern, kualitas tetap terjaga dengan bahan baku daur ulang ini,” kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Harjanto pada acara Pelantikan Pengurus Gabungan Industri Peleburan Kuningan Indonesia (GIPELKI) di Jakarta, Senin (26/3).

Harjanto menjelaskan, industri kuningan dalam negeri saat ini mampu menghasilkan produk casting (peleburan) dan ekstrusi, di antaranya berupa valve, meteran air, serta produk kawat dan turunannya. “Dengan industri kuningan dalam negeri yang masih menggunakan bahan baku berasal dari skrap, hal ini memiliki keunggulan dari sisi efisiensi energi dan juga pengendalian lingkungan yang lebih sederhana dibandingkan industri logam dasar yang berasal dari alam,” terangnya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035, salah satu target pengembangan industri kuningan adalah produk kuningan dalam bentuk sheet atau plat. Untuk itu, Kemenperin terus memacu produk-produk yang lebih bernilai tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar ekspor.

“Masih ada porsi skrap kuningan yang masih dapat diekspor. Dengan keberadaan GIPELKI, kami harapkan dapat memfasilitasi identifikasi kebutuhan bahan baku skrap kuningan,” tuturnya.

Pengembangan industri kuningan ini akan turut mendorong kinerja industri logam nasional. Pada tahun 2017, industri logam mencatat pertumbuhan sebesar 5,87 persen atau di atas pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,07 persen. Saat ini, pertumbuhan industri logam dasar masih ditopang dari sektor besi baja, aluminum, nikel, tembaga, dan timah. 

Sementara itu, Ketua Umum GIPLEKI Eric Wijaya yang juga Komisaris PT Prima Copper Industri menyampaikan,kebutuhan skrap kuningan untuk industri peleburan kuningan di Indonesia diperkirakan sebanyak 25.000 ton per tahun atau senilai Rp2,5 triliun.

“Dari skrap tersebut, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam GIPELKI telah memproduksi segala jenis produk kuningan dan behasil menjualnya untuk industri dengan merek dunia,” ujarnya. Bahkan, dari produk yang sudah diekspor, telah digunakan untuk industri sanitari kran air, kepala tabung gas elpiji, serta untuk komponen industri elektronika dan industri tekstil seperti kuningan untuk resleting.

“Sampai saat ini sudah ada yang mensuplai kuningan silikon untuk membantu pengrajin kuningan memproduksi barang kualitas tinggi,” imbuhnya. Di luar para pengrajin yang memproduksi produk-produk kuningan secara tradisional, di Indonesia saat ini terdapat 12 perusahaan yang melakukan kegiatan produksi peleburan kuningan dengan skala besar.

sumber: kemenprin.go.id

 

Pelantikan Pengurus GIPELKI periode 2018-2023

3.jpg

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin Harjanto memberikan sambutan pada Pelantikan Pengurus Asosiasi Industri Peleburan Kuningan Indonesia (GIPELKI) di Kementerian Perindustrian Jakarta 26 Maret 2018.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin Harjanto didampingi Kasubdit Produk Logam Mesin, Elektronika dan Alat Transportasi Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Asep Asmara menyerahkan pataka kepada Ketua Umum GIPELKI Eric Wijaya seusai Pelantikan Pengurus Asosiasi Industri Peleburan Kuningan Indonesia (GIPELKI) di Kementerian Perindustrian Jakarta 26 Maret 2018.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin Harjanto berfoto bersama para pengurus Asosiasi Industri Peleburan Kuningan Indonesia (GIPELKI) seusai Pelantikan Pengurus Asosiasi Industri Peleburan Kuningan Indonesia (GIPELKI) di Kementerian Perindustrian Jakarta 26 Maret 2018.

sumber: kemenprin.go.id